Sejarah Kerajaan Ternate & Tidore | Asal mula, Politik, Sosial Budaya dan Ekonomi


Kesultanan Ternate atau yang biasa dikenal Kerajaan Gapi, adalah 1 dari 4 kerajaan Islam  yang berada di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua  yang ada di Nusantara (Sekarang Indonesia).

Kerajaan ini didirikan pada tahun 1257 oleh Baab Mashur Malamo. Antara abad ke-13 hingga abad ke-19 Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara
Di paruh abad ke-16 Kesultanan Ternate berada di masa keemasannya berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. 

Pada masa kejayaan kerajaan Ternate, kekuatan kerajaan ini membentang dari wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga Kepulauan Marshall di Pasifik.

Kesultanan Tidore adalah salah satu kerajaan Islam di Nusantara yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara.

Kerajaan ini menguasai sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18).

Untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugal, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu pada tahun 1521

karena protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Spanyol mundur dari wilayah tersebut pada tahun 1663 dan Tidore menjadi salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah Maluku.

Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689) dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.

A. Letak Geografis

 JAGOAN PENGETAHUAN

B. Kehidupan Politik

Di Maluku yang terletak di antara Sulawesi dan Irian terdapat dua kerajaan, yakni Ternate dan Tidore. 

Kedua kerajaan letaknya berada di sebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Kedua kerajaan itu berpusat di Ternate dan Pulau Tidore, tetapi wilayah mereka meliputi sejumlah pulau di Kepulauan Maluku dan Irian.

Kerajaan Ternate sebagai pemimpin Uli Lima adalah aliansi lima anggota dengan wilayahnya meliputi Ternate, Obi, Bacan, Seram dan Pulau Ambon.

Kerajaan Tidore sebagai pemimpin Uli Siwa, yang berarti aliansi Sembilan (aliansi sembilan anggota) dari wilayahnya meliputi Kepulauan Makyan, Jailolo, atau Halmahera, dan pulau-pulau di wilayah itu hingga Irian Barat.

Antara keduanya ada kompetisi dan kompetisi lebih terlihat setelah kedatangan Barat. Bangsa Barat yang pertama kali datang ke Maluku adalah Portugis (1512) yang kemudian bersekutu dengan Kerajaan Ternate.

Jejak ini diikuti oleh Spanyol yang berhasil mendarat di Maluku pada 1521 dan mengadakan aliansi dengan Kerajaan Tidore. Dua kekuatan telah berhadapan, tetapi belum ada perang.

Untuk menyelesaikan persaingan antara Portugis dan Spanyol, pada tahun 1529 sebuah Perjanjian Saragosa diadakan yang berisi negara Spanyol yang harus meninggalkan Maluku dan memusatkan kekuatannya di Filipina dan negara Portugis tetap tinggal Maluku. 

Untuk memperkuat posisinya di Maluku, Portugis mendirikan benteng Sao Paulo.  Menurut Portugis, gunanya benteng Sao Paulo dibangun yaitu untuk melindungi Ternate dari serangan Tidore dari serangan musuh. 

Tindakan Portugis di Maluku makin merajalela yakni dengan cara memonopoli dalam perdagangan, terlalu ikut campur tangan dalam urusan dalam negeri Ternate, sehingga menimbulkan pertentangan.

Salah seorang Sultan Ternate yang menentang ialah Sultan Hairun (1550-1570). Untuk menyelesaikan pertentangan, diadakan perundingan antara Ternate (Sultan Hairun) dengan Portugis (Gubernur Lopez de Mesquita) dan perdamaian dapat dicapai pada tanggal 27 Februari 1570.

Namun perundingan persahabatan itu hanyalah tipuan belaka. Pada keesokan harinya (28 Februari) Sultan Hairun berkunjung ke benteng Sao Paulo, tetapi ia disambut dengan sebuah peristiwa pembunuhan.

Setelah kematian Sultan Hairun, Maluku bangkit melawan Portugis di bawah kepemimpinan Sultan Baabullah (putra dan penerus Sultan Hairun). 

Setelah dikepung selama 5 tahun, benteng Sao Paulo berhasil diduduki (1575). Portugis yang menyerah tidak terbunuh tetapi harus meninggalkan Ternate dan pindah ke Ambon.

Sultan Baabullah dapat meluaskan daerah kekuasaannya di Maluku.  Wilayahnya membentang antara Sulawesi dan Irian; ke timur ke Irian, barat ke pulau Buton, utara ke Mindanao Selatan (Filipina), dan selatan ke pulau Bima (Nusa Tenggara), sehingga ia mendapat julukan "Tuan tujuh pulau dari dua pulau".

Pada abad ke-17, Belanda tiba di Maluku dan ada persaingan langsung antara Belanda dan Portugis. Belanda akhirnya berhasil menduduki benteng Portugis di Ambon dan mampu mengusir Portugis dari Maluku (1605). Belanda, yang tanpa saingan, juga melakukan tindakan sewenang-wenang, yaitu:

1. Melaksanakan sistem pengiriman wajib beberapa tanaman (rempah-rempah) ke VOC (contingenten)

2. Adanya perintah penebangan/pemusnahan tanaman rempah-rempah jika harga rempah-rempah di pasaran turun (hak ekstirpasi) dan penanaman kembali secara serentak apabila harga rempah-rempah di pasaran naik/ meningkat.

3.Mengadakan pelayaran Hongi (patroli laut), gagasan ini dibuat oleh Frederick de Houtman (Gubernur Ambon pertama), sebuah sistem patronase yang dilakukan oleh VOC yang bertujuan mencegah munculnya perdagangan gelap dan mengawasi implementasi monopoli perdagangan di seluruh Maluku .

Tindakan penindasan yang disebutkan di atas jelas membuat orang hidup depresi dan menderita, sebagai reaksi terhadap orang-orang Maluku yang bangkit untuk mengangkat senjata melawan VOC.

Pada tahun 1635-1646 rakyat di kepulauan Hitu bangkit melawan VOC dibawah pimpinan Kakiali dan Telukabesi. 

Pada tahun 1650 rakyat Ambon dipimpin oleh Saidi. Demikian juga di daerah lain, seperti Seram, Haruku dan Saparua; namun semua perlawanan berhasil dipadamkan oleh VOC.
Sampai akhir abad ke-17 tidak ada perlawanan besar; namun, pada akhir abad ke-18, muncul perlawanan besar lain yang mengguncang kekuatan VOC di Maluku.  

Jika itu melawan Portugis, Ternate memainkan peran penting, jadi untuk melawan VOC, Tidore memimpinnya.  Pada 1780 orang-orang Tidore bangkit melawan VOC di bawah kepemimpinan Sultan Nuku.

Selanjutnya, sultan Nuku juga berhasil menyatukan Ternate dengan Tidore.Setelah Sultan Nuku meninggal (1805), tidak ada lagi perlawaan yang kuat menentang VOC, maka mulailah VOC memperkokoh kekuasaannya kembali di Maluku. 

Perlawanan yang lebih keras di Maluku baru muncul pada awal abad ke-19 di bawah kepemimpinan Pattimura.

C. Kehidupan Ekonomi

Kehidupan utama masyarakat Maluku adalah pertanian dan perdagangan. Tanah di kepulauan Maluku yang subur dan diliputi oleh hutan rimba, banyak memberikan hasil berupa cengkih dan pala. 

Cengkeh dan pala merupakan rempah-rempah yang sangat diperlukan untuk ramuan obat-obatan dan bumbu masak, karena mengandung bahan pemanas. 

Oleh karena itu, rempah-rempah banyak diperlukan di daerah dingin seperti di Eropa. 

Dengan hasil rempah-rempah yang melimpah maka aktivitas pertanian dan perdagangan rakyat Maluku maju dengan pesat.

D. Kehidupan Sosial-Budaya

Kedatangan Portugis di Maluku yang semula untuk berdagang dan mendapatkan rempah-rempah, juga menyebarkan agama Katolik. 

Pada tahun 1534 missionaris Katolik, Fransiscus Xaverius telah berhasil menyebarkan agama Katolik di Halmahera, Ternate, dan Ambon.
Kita telah melihat bahwa sebelumnya di Maluku Islam telah berkembang. 

Dengan demikian kehidupan beragama telah mewarnai kehidupan sosial masyarakat Maluku. 

Dalam kehidupan budaya, masyarakat Maluku kewalahan dengan kegiatan ekonomi, sehingga mereka tidak menghasilkan banyak budaya.

Salah satu karya seni bangun yang terkenal ialah Istana Sultan Ternate dan Masjid kuno di Ternate.

0 Response to "Sejarah Kerajaan Ternate & Tidore | Asal mula, Politik, Sosial Budaya dan Ekonomi "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel