Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia | Perjuangan dan Kronologinya

Perjuangan Rakyat dan Pemerintah di Berbagai Daerah dalam Usaha mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 29 September 1945, Kehadiran pasukan Sekutu yang membawa Pasukan-Pasukan NICA sangat mencemaskan rakyat maupun pemerintah RI. Keadaan ini semakin memanas ketika para pasukan NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda yang baru dibebaskan dari tahanan Jepang.

Para pejabat Republik Indonesia yang menerima kedatangan pasukan NICA karena menghormati tugas pun menjadi sasaran teror dan percobaan pembunuhan.

karena sikap pasukan Sekutu yang tidak menghormati kedaulatan negara dan bangsa Indonesia ini, 
 rakyat dan pemerintah Indonesia. menghadapi mereka dengan kekuatan senjata.

Di beberapa daerah pun bermunculan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan, berikut adalah perjuangan perjuangan tersebut

Presiden Soekarno
1. Pertempuran Surabaya

Peristiwa Perang di Surabaya juga disebut peristiwa 10 November, ditandai dengan balas dendam sekutu (Inggris) karena pembunuhan Brigadir Jenderal Mallaby, pemimpin negara sekutu (Inggris) tepatnya di jembatan merah, Surabaya.


Pada tanggal 10 November 1945, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum sampai batas jam 6 pagi untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.

Pada  tanggal 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infantery, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Lalu, inggris membombardir  kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat.

Dugaan inggris, dalam waktu 3 hari mereka dapat menaklukan kota Surabaya tetapi pelopor muda seperti Bung Tomo menggerakan semangat perlawanan yang tinggi. Sehingga, perlawanan berlanjut di tengah serangan inggris. Pertempuran ini berlangsung selama 3 minggu sebelum kota Surabaya jatuh di tangan inggris.

Peristiwa 10 November ini menewaskan 6.000 pejuang Indonesia dan 200.000 rakyat sipil mengungsi dari  kota Surabaya. Karena banyaknya korban tersebut, akhirnya kota Surabaya dikenang sebagai Kota Pahlawan pada tanggal 10 November

2. Pertempuran Ambarawa


Pertempuran di Ambarawa terjadi pada 20 November 1945 dan berakhir pada 15 Desember 1945. Pertempuran itu terjadi antara pasukan TKR bersama rakyat Indonesia melawan pasukkan sekutu Inggris.



Insiden itu berlatar-belakang insiden di Magelang setelah pendaratan Brigade Artileri dari divisi India ke-23 di Semarang pada 20 Oktober 1945. 

Pihak Republik Indonesia memperkenankan mereka masuk ke wilayah RI untuk mengurus masalah tawanan perang bangsa Belanda yang berada di penjara Ambarwa dan Magelang.

Akan tetapi kedatangan pasukan sekutu Inggris diikuti oleh pasukan NICA yang kemudian mempersenjatai bekas tawanan itu. 

Pada 26 Oktober 1945 terjadi insiden di kota Magelang yang berkembang menjadi pertempuran pasukan TKR dengan pasukan gabungan Inggris dengan NICA.

Peristiwa itu berhenti pada 2 November 1945 setelah Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell datang ke Magelang. Mereka mengadakan gencatan senjata dan memperoleh persetujuan sebagaimana diuraikan dalam 12 pasal. Pasal perjanjian meliputi:

a. Sekutu akan terus menempatkan pasukan mereka di Magelang untuk melindungi dan mengurus evakuasi APWI (Allied Prisoners War and Interneers) dan sekutu tahanan. Jumlah pasukan sekutu dibatasi sesuai dengan keperluan itu.

b. Jalan Ambarawa - Magelang terbuka sebagai rute lalu lintas antara Indonesia dan Sekutu

c. Sekutu tidak akan mengakui kegiatan NICA di badan-badan yang ada di bawahnya

Pihak sekutu ternyata mengingkari janjinya. Pada 20 November 1945 di Ambarawa terjadi pertempuran antara pasukan TKR di bawah kepemimpinan Mayor Sumarto dan pasukan Sekutu. Pada 21 November 1945, pasukan sekutu di Magelang ditarik ke Ambarawa.

Namun, tanggal 22 November 1945 pertempuran berkobar didalam kota dan pasukan sekutu melakukan pengeboman terhadap kampung-kampung yang berada di sekitar Ambarawa.

Pasukan TKR bersama dengan pasukan pemuda dari Boyolali, Salatiga, Kartsura bertahan di kuburan Belanda, sehingga membentuk garis medan sepanjang rel kereta api dan membelah kota Ambarawa.

Sementara itu, dari arah Magelang di bawah kepemimpinan Imam Androngi, pasukan TKR dari divisi V / Purwokerto melakukan serangan fajar pada 21 November 1945 dan berhasil menduduki desa Pingit dan merebut desa-desa sekitarnya yang sebelumnya ditempati oleh sekutu.

3. Pertempuran Medan Area dan Sekitarnya


Pada tanggal 9 november 1945, Pasukan Sekutu memasuki Kota Medan dibawah pimpin Brigadir Jenderal Ted Kelly diikuti pasukan NICA, yang didahului oleh pasukan komando pimpinan Kapten Westerling. 

Brigadir ini menyatakan kepada pemerintah RI akan melaksanakan tugas kemanusiaan, mengevakuasi tawanan dari beberapa kamp di luar Kota Medan. Dengan dalih menjaga keamanan, para bekas tawanan diaktifkan kembali dan dipersenjatai.



Latar belakang pertempuran Medan Area, antara lain:

a. Bekas tawanan yang menjadi arogan dan sewenang-wenang.

b. Ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana merah putih.

c. Sekutu Memberikan batas Medan secara sepihak dengan memasang papan batas yang bertuliskan "“Fixed Boundaries Medan Area" di sudut-sudut pinggiran kota Medan.

Pada 18 Oktober 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum yang berisi:

1) melarang rakyat membawa senjata

2) semua senjata harus diserahkan kepada pasukan Sekutu

Karena ultimatumnya tidak dihiraukan oleh rakyat Medan, Pasukan Sekutu mengerahkan kekuatannya untuk menggempur kota Medan dan sekitarnya. 

Serangan Sekutu ini dilakukan dengan berani oleh para pejuang Indonesia di bawah koordinasi kolonel Ahmad Tahir

Kronologi Peristiwa Penting Yang Berada di Tingkat Pusat Maupun Di Daerah dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

1. Bandung Lautan Api

Pada 21 Desember 1945, Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan ke Cicadas. Semakin banyak korban jatuh. Ultimatum bahwa Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik "bumihangus". Orang-orang tidak rela Kota Bandung termanfaatkan oleh musuh.

Mereka melarikan diri ke selatan dengan para pejuang. Keputusan untuk membakar Bandung diambil melalui pertemuan Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada 24 Maret 1946.




Kolonel Abdul Haris Nasution sebagai Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah dan memerintahkan untuk meninggalkan kota Bandung. Pada hari yang sama, sekelompok besar penduduk Bandung mengalir pergi dari kota.

Malam itu pembakaran kota berlangsung besar-besaran. Api menyala dari masing-masing rumah penduduk yang membakar tempat tinggal dan harta bendanya, kemudian makin lama menjadi gelombang api yang besar. Setelah tengah malam kota telah kosong dan hanya meninggalkan puing-puing rumah yang masih menyala.

Membakar Bandung adalah hal yang benar untuk dilakukan, karena kekuatan TRI tidak akan mampu melawan musuh yang kuat.

Selanjutnya, TRI melawan pejuang dengan bergerilya dari luar Bandung. persitiwa ini melahirkan lagu "Halo-Halo Bandung" yang sangat membakar semangat juang rakyat Indonesia.

2. Puputan Margarana

Pada 20 November 1946 terjadi pertempuran habis-habisan antara pasukan tempur Republik Indonesia melawan penjajah Belanda, di Banjar Kelaci, Desa Marga di bawah kepemimpinan Kolonel I Gusti Ngurah Rai.

Pertempuran ini dikenal sebagai Perang Puputan Margarana. Perang Puputan Margarana di Bali dimulai dengan keinginan Belanda untuk mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT). Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai, Komandan Resimen Nusa Tenggara, mencoba untuk menggagalkan pembentukan NIT dengan mengadakan serangan NICA di Tabanan pada 18 Desember 1946.




Konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah Rai (yang dikenal dengan nama pasukan Ciung Wanara) ditempatkan di Desa Adeng Kecamatan Marga. Belanda menjadi gempar dan berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara. Pada 20 November 1946 dengan pasukan besar, Belanda melancarkan serangan di udara terhadap posisi Ngurah Rai di desa Marga.

Dalam kondisi kritis, Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai mengeluarkan perintah "Puputan" yang berarti pertempuran sampai akhir (fight to the end). Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai terbunuh bersama semua anggota tentara dalam pertempuran. Jenazahnya  dimakamkan di desa Marga

Pertempuran ini terkenal dengan nama Puputan Margarana. Kematian Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai membuka jalan bagi upaya Belanda untuk membentuk Negara Indonesia Timur.

Pada tahun 1946, Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dipimpin oleh Sukarno dan Hatta.

Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.

3. Peristiwa Westerling di Makassar


Peristiwa Westerling di makasar adalah sebutan untuk peristiwa pembunuhan ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh pasukan Belanda Depot Speciale Troepen pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling. Peristiwa ini terjadi pada bulan Desember 1946-Februari 1947 selama operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontak

4. Serangan Umum 1 Maret 1949


Serangan Umum 1 Maret 1949 dilancarkan oleh pasukan RI untuk merebut kembali Yogyakarta (Ibu kota Republik Indonesia) yang dikuasai oleh Belanda sejak agresi militer kedua. 

Beberapa saat sebelum serangan umum diluncurkan, Letnan Kolonel Suharto sebagai komandan Brigade ke-10 berkomunikasi dan berkoordinasi dengan penggagasnya, yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta).

Untuk memudahkan koordinasi serangan, area serangan dibagi menjadi 5 sektor, yaitu:

a. sektor barat, dipimpin oleh Letkol Vence Sumual,
b. sektor selatan, dipimpin oleh Mayor Sarjono,
c. sektor utara, dipimpin oleh Mayor Kusno,
d. sektor kota, dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Marsudi, dan
e. sektor barat, di bawah pimpinan Letkol Soeharto (sampai perbatasan Malioboro).

Patokan Yang dijadikan sebagai tanda awal serangan umum adalah bunyi sirene pada pukul 6:00 pagi yang biasanya terdengar di kota Yogyakarta pada waktu itu. 

Pasukan Belanda tidak mengharapkan serangan, sehingga dalam waktu yang relatif singkat pasukan TNI berhasil memukul mundur semua posisi pasukan Belanda dan memaksa mereka untuk tinggal di markas mereka di kota Yogyakarta.




Pasukan TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama enam jam, sesuai dengan rencana semula, sekitar pukul 12.00. TNI mulai mundur dari kota sebelum pasukan bantuan Belanda tiba. Berita tentang serangan ini disiarkan melalui pemancar radio di Wonosari.

Ketika Belanda melancarkan serangan balik, pemancar radio adalah target utama. Peristiwa serangan umum 1 Maret 1949 juga dilaporkan oleh R. Sumardi kepada pemerintah PDRI di Bukittinggi melalui radiogram.

Berita ini kemudian disampaikan kepada Maramis (diplomat Indonesia di New York). Serangan umum 1 Maret memiliki arti penting, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Serangan umum pada 1 Maret mencapai tujuannya, sebagai berikut.

Tujuan dalam negeri:

a. mendukung perjuangan diplomasi;

b. meninggikan semangat rakyat dan TNI yang sedang bergerilya; dan

c. secara tidak langsung telah mempengaruhi sikap para pemimpin negara federal bentukan Belanda (seperti negara Pasundan, negara Sumatra Timur dan negara Indonesia Timur) yang tergabung dalam Bijeenkomst Federal Voor Overleg (BFO).

Tujuan Luar Negeri:

a. menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI masih ada dan mampu mengadakan serangan.

b. mematahkan moral pasukan Belanda

0 Response to "Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia | Perjuangan dan Kronologinya"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel