Sejarah Kerajaan Gowa-Tallo | Asal mula, Letak Geografis ,Politik, Sosial Budaya dan Ekonomi

Sejarah Kerajaan Gowa - Tallo
Kerajaan bersuku Makassar di Gowa muncul sekitar tahun 1300 sebagai salah satu dari sekian banyak chiefdom[a] agraris di jazirah Sulawesi Selatan. Sejak abad ke 16, Gowa dan sekutunya di pesisir, Tallo menjadi kekuatan utama pertama yang mendominasi sebagian besar semenanjung daerah tersebut.

Pencapaian politik ini dimungkinkan dengan reformasi pemerintahan dan militer secara besar-besaran, termasuk pembentukan birokrasi pertama di Sulawesi Selatan. 

Oleh sejarawan William P. Cummings, Gowa pada abad ke-16 dicirikan sebagai sebuah imperium, sementara masa-masa awal kerajaan telah dianalisis sebagai contoh pembentukan negara.

Bukti genealogis dan arkeologis menyiratkan bahwa dinasti Gowa bermula pada sekitar tahun 1300 dengan perkawinan antara seorang wanita setempat dan kepala suku Bajau, sebuah suku laut yang hidup secara nomaden. 

Pendirian Gowa merupakan bagian dari restrukturisasi besar-besaran masyarakat Sulawesi Selatan, yang memicu percepatan intensifikasi pertanian padi lahan basah. 

Gowa dimasa awal adalah negara agraris tanpa akses langsung ke pantai. Tallo didirikan dua abad kemudian ketika seorang pangeran Gowa melarikan diri ke pesisir pantai setelah kekalahannya dalam konflik atas perebutan takhta. 

Lokasi pinggir laut memungkinkan negara baru ini mengambil keuntungan lebih besar dalam perdagangan maritim daripada Gowa.

Awal abad ke-16 adalah titik balik dalam sejarah kedua negara. Karaeng (penguasa daerah) Gowa Tumaparisi Kallonna menguasai daerah pesisir dan memaksa Tallo untuk menjadi sekutu muda Gowa. 

Penggantinya, Tunipalangga, melakukan serangkaian reformasi untuk memperkuat otoritas kerajaan dan mendominasi perdagangan di Sulawesi Selatan. 

Perang penaklukan Tunipalangga didukung dengan mengadopsi senjata api dan inovasi dalam pembuatan senjata lokal. 

Pengaruh Gowa meliputi berbagai wilayah yang belum pernah ada tandingannya dengan sejarah Sulawesi; kekuatan sang raja bisa dirasakan dari Minahasa ke Selayar.

Walaupun menjelang akhir abad ke-16 kampanye militer Gowa demi menetapkan hegemoni mengalami kemunduran, kerajaan ini terus bertumbuh dalam hal kesejahteraan ekonomi dan kompleksitas pemerintahan. 

Fase awal sejarah Gowa dan Tallo dianggap berakhir pada tahun 1593, ketika seorang Karaeng Gowa yang bertindak sewenang-wenang digulingkan dan mangkubumi Karaeng Matoaya menjadi penguasa de facto Gowa.

Perubahan demografis dan kultural juga terjadi pada masa awal sejarah Gowa dan Tallo. Hutan-hutan hijau dibabat untuk dijadikan persawahan. 

Populasi diperkirakan tumbuh sepuluh kali lipat antara abad ke-13 dan ke-16, seiring dengan masuknya jenis tanaman, pakaian, dan furnitur baru dalam kehidupan sehari-hari. 

Luasnya perubahan dalam wilayah, pemerintahan, dan populasi ini membuat banyak pakar menyimpulkan bahwa Gowa mengalami transformasi dari masyarakat yang kompleks menjadi masyarakat yang bernegara pada abad ke-16, meskipun pendapat ini belum disepakati secara bulat.

A. Letak Geografis Kerajaan Gowa-Tallo




B. Kehidupan Politik

Makassar tumbuh lumayan pesat menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian timur. Ini karena lokasi Makassar yang strategis dan hubungan antara Malaka, Jawa, dan Maluku. 


Lemahnya pengaruh Hindu-Buddha di wilayah ini telah menyebabkan nilai-nilai budaya Islam yang diadopsi oleh orang-orang di Sulawesi Selatan cukup menonjol dalam aspek budaya mereka.

Kerajaan Makassar mengembangkan budaya berdasarkan nilai-nilai Islam dan tradisi perdagangan. 

Berbeda dengan budaya agraris Mataram, masyarakat Sulawesi Selatan memiliki tradisi migrasi. Keterampilan membuat perahu phinisi merupakan salah satu aspek dari kebudayaan berlayar yang dimiliki oleh masyarakat Sulawesi Selatan.

Islam memasuki wilayah Makassar melalui pengaruh Kesultanan Ternate yang secara aktif memperkenalkan Islam di sana. 

Raja Gowa yang bernama Karaeng Tunigallo kemudian memeluk Islam setelah menerima khotbah dari Dato Ri Bandang. 

Selanjutnya, Karaeng Tunigallo mengambil gelar Sultan Alaudin Awwalul-Islam (1605-1638).

Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654-1660), Kerajaan Makassar mencapai puncaknya. 

Dia berhasil membangun Makassar menjadi sebuah kerajaan yang mengendalikan rute perdagangan di bagian timur Indonesia. 

Pada masa Hasanuddin terjadi peristiwa yang sangat penting. Persaingan antara Goa-Tallo (Makassar) dan Bone yang berlangsung lama berakhir dengan keterlibatan Belanda dalam Perang Makassar (1660-1669). 

Bone merupakan wilayah kekuasaan Makassar yang dipimpin oleh Aru Palakka (Arung Palakka) menawarkan kerjasama untuk membantu Belanda. 

Perang ini juga disulut oleh perilaku orang-orang Belanda yang menghalang-halangi pelaut Makassar membeli rempah-rempah dari Maluku dan mencoba ingin memonopoli perdagangan.

Keberaniannya dalam melawan Belanda membuat Sultan Hasanuddin dijuluki sebagai "Ayam jantan dari Timur oleh Belanda itu sendiri. 

Dalam perang ini Hasanuddin tidak berhasil melanggar ambisi Belanda untuk menguasai Makassar. 

Dengan paksa, Makassar harus menyetujui Perjanjian Bongaya (1667) yang isinya sesuai dengan keinginan Belanda, yaitu:
  1. Belanda memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar;
  2. Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makassar;
  3. Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di luar Makassar;
  4. Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.

Walaupun perjanjian sudah ditandatangani, tetapi Sultan Hasanuddin tetap berjuang melawan Belanda. 

Setelah Benteng Sombaopu jatuh ke tangan Belanda, Sultan Hasanuddin turun takhta. Kekuasaannya diserahkan kepada putranya, Mappasomba. Belanda berharap Mapasomba dapat bekerja sama, namun sebaliknya, ia meneruskan perjuangan ayahnya.

Rakyat Makassar marah atas keputusan Perjanjian Bongaya. Perlawanan rakyat Makassar semakin intensif dan berlangsung hampir dua tahun. 

Banyak pejuang Makassar pergi ke daerahdaerah lain, seperti Banten, Madura, dan sebagainya guna membantu daerah-daerah bersangkutan dalam upaya mengusir VOC. 

Pejuang tersebut di antaranya Karaeng Galesung, Monte Marano yang membantu perjuangan rakyat di Jawa Timur.

Sementara itu Aru Palaka semakin leluasa untuk menguasai daerah Soppeng dengan pengawasan dan pantauan dari VOC. 

Setelah perjuangan rakyat Makassar benar-benar padam, Makassar jatuh ke tangan VOC secara keseluruhan. 

Sebutan Makasar sebagai pusat perdagangan bebas, lenyap begitu saja.

C. Kehidupan Ekonomi

Makassar tumbuh menjadi pelabuhan yang ramai karena terletak di tengah-tengah antara Maluku, Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Malaka. 


Pertumbuhan Makassar dipercepat setelah Malaka jatuh ke Portugis (1511), sementara Maluku diperintah oleh Portugis dan Belanda. Banyak pedagang dari Malaka, Aceh, dan Maluku pindah ke Makassar. 

Pedagang Makassar membawa beras dan gula dari Jawa dan wilayah Makassar sendiri ke Maluku, yang ditukar dengan rempah-rempah. 

Bumbu-bumbu itu kemudian dijual ke Malaka dan dikembalikan dengan barang dagangan, seperti kain dari India, sutra dan tembikar dari Cina, dan berlian dari Banjar.

Untuk menunjang Makasar sebagai pelabuhan transito dan untuk mencukupi kebutuhannya, maka kerajaan ini menguasai daerah-daerah sekitarnya. 

Di sebelah timur ditaklukanlah Kerajaan Bone; sedangan untuk memperlancar dan memperluas jalan perdagangan, Makasar mengusai daerah-daerah selatan, seperti pulau Selayar, Buton demikian juga Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat. 

Dengan demikian jalan perdagangan musim Barat melalui utara pulau Nusa Tenggara dan jalan perdagangan selama musim timur melalui selatan dapat dikuasai.

Makasar berkembang sebagai pelabuhan Internasional, sehingga banyak pedagang Asing seperti Portugis, Inggris, dan Denmark berdagang di Makasar. 

Dengan jenis perahu-perahunya seperti Pinisi dan Lambo, pedagang-pedagang Makasar memegang peranan penting dalam perdagangan di Indonesia. 

Hal ini menyebabkan mereka berhadapan dengan Belanda yang menimbulkan beberapa kali peperangan. 

Pihak Belanda yang merasa berkuasa atas Maluku sebagai sumber rempah-rempah, menganggap Makasar sebagai pelabuhan gelap; sebab di Makasar diperjualbelikan rempah-rempah yang berasal dari Maluku.

Untuk mengatur pelayaran dan perniagaan dalam wilayahnya disusunlah hukum niaga dan perniagaan yang disebut Ade Allopioping Bicarance Pabbalu'e dan sebuah naskah lontar karya Amanna Gappa.

D. Kehidupan Sosial-budaya

Mengingat Makasar sebagai kerajaan maritim dengan sumber kehidupan masyarakat pada aktivitas pelayaran perdagangan maka sebagian besar kebudayaannya dipengaruhi oleh keadaan tersebut. 


Hasil kebudayaan yang terkenal dari Makasar adalah perahu Pinisi dan Lambo. Selain itu juga berkembang kebudayaan lain seperti seni bangun, seni sastra, seni suara dan sebagainya.

0 Response to "Sejarah Kerajaan Gowa-Tallo | Asal mula, Letak Geografis ,Politik, Sosial Budaya dan Ekonomi "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel